
Dharmasraya – Seorang tukang perabot berinisial LS (30 tahun) yang merupakan warga Dharmasraya divonis pidana penjara selama lima tahun serta pidana denda sejumlah Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pulau Punjung. Vonis tersebut dijatuhkan setelah terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan “Percobaan dengan kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya” yakni seorang anak perempuan penyandang disabilitas. Putusan dibacakan dalam sidang terbuka pada Selasa, 10 Juni 2025, setelah seluruh rangkaian proses persidangan dilakukan.
Peristiwa ini terjadi pada Sabtu malam, 2 Maret 2024, sekitar pukul 20.00 WIB di rumah anak korban. Saat itu, korban yang berusia 16 tahun sedang bermain telepon genggam di ruang tengah rumahnya. Terdakwa masuk ke dalam rumah melalui kamar korban, lalu langsung melakukan kekerasan fisik. Berdasarkan fakta persidangan, terdakwa menutup mulut anak korban, kemudian mengambil seng bekas penyangga obat nyamuk bakar dan menyayatkan benda tersebut ke leher anak korban. Ia juga membenturkan kepala anak korban ke lantai lebih dari satu kali, dengan tujuan agar Anak Korban mau melakukan persetubuhan dengannya. Terdakwa kemudian mencoba membuka pakaian bagian bawah anak korban dan mencium anak korban sebagai bagian dari upaya melakukan tindakan persetubuhan tersebut. Namun anak korban melakukan perlawanan dan berhasil melarikan diri ke rumah tetangga untuk meminta pertolongan.
Hasil visum et repertum menunjukkan adanya luka memar dan lecet pada leher serta memar dan bengkak di bagian kepala anak korban, yang diakibatkan oleh kekerasan benda tumpul. Keterangan para saksi, hasil visum, serta pengakuan terdakwa yang tidak membantah bukti-bukti yang diajukan semakin menguatkan keyakinan Majelis Hakim bahwa Terdakwa memang memiliki niat untuk melakukan tindakan kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya .
Majelis Hakim menyatakan bahwa tindakan Terdakwa telah memenuhi unsur Percobaan dengan kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 menjadi Undang-Undang jo Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 jo Pasal 53 ayat (1) KUHP.
Dalam amar putusannya, Majelis mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan, yakni bahwa perbuatan Terdakwa dilakukan terhadap anak yang merupakan penyandang disabilitas, dan perbuatan tersebut telah menimbulkan penderitaan fisik dan psikis bagi anak korban. Sementara itu, hal-hal yang meringankan adalah Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya serta Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga.
Putusan ini menjadi pengingat bahwa perlindungan terhadap anak, terutama mereka yang berada dalam kondisi rentan seperti penyandang disabilitas, adalah tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat. Pengadilan menegaskan bahwa setiap bentuk kekerasan terhadap anak merupakan pelanggaran serius terhadap hukum dan nilai-nilai kemanusiaan, yang harus diberikan sanksi secara tegas demi keadilan dan efek jera.
